Bicara Kebenaran, dan Korelasinya dengan Kehidupan Sekarang
Mengapa orang-orang bersusah payah
untuk mencari dan menemukan kebenaran? Ada juga yang hanya menanti kebenaran
itu datang ke semestanya tanpa melakukan apa-apa. Tidakkah mereka tahu bahwa
kebenaran itu sudah tersedia di dekat mereka? Tepatnya di hati dan pikiran
mereka masing-masing.
Bicara tentang kebenaran, kita akan
terkotakkan dalam 2 era, yaitu; era truth dan era post-truth.
Era truth memiliki slogan "Aku berpikir maka aku
ada", sedangkan era post-truth slogannya "Aku
percaya maka aku benar." Di era modern ini, truth dan post-truth memiliki
penganutnya masing-masing, dan jumlahnya sama banyak.
Penjelasan mudahnya; para
penganut truth adalah orang-orang yang memercayai kebenaran
hasil dari proses berpikir, dan para penganut post-truth adalah
orang-orang yang berpikir bahwa apa yang mereka percayai adalah sebuah kebenaran.
Produk dari 2 era itu mengerucut
pada 3 poin utama, yaitu; kebenaran, pikiran, dan kepercayaan. Tiga hal ini
bisa saja disatukan dalam satu konteks, tetapi tidak semua konteks bisa nyambung jika
dijejali 3 hal ini. Dan yang paling sering berbenturan dewasa ini adalah;
kebenaran dan kepercayaan.
Penggemar filsafat, khususnya
penggemar Nietzsche (filsuf yang dikenal sebagai Sang Pembunuh Tuhan, salah
satu minat utamanya adalah nihilisme), mungkin akan mengatakan "kebenaran
itu tidak ada", jika membaca buku-buku Nietzsche tanpa memahami maknanya
lebih dalam. Kalau dicerna dengan logika saya, saya akan memaknai bahwa
kebenaran yang dimaksud adalah kebenaran mutlak. Saya juga akan mengamini,
memang tidak ada yang namanya kebenaran mutlak, yang ada hanyalah kebenaran
sesuai perspektif masing-masing. Sebagai contoh; orang beragama memercayai
Tuhan itu ada, itulah kebenaran milik orang beragama, sedangkan orang-orang
Ateis menganggap itu salah--Tuhan tidak ada.
Coba cari dan lihatlah di
sekeliling. Bisakah kamu menemukan kebenaran mutlak?
Saya jadi ingat, Nietzsche pernah
berkata; “Jika kau haus ketenangan jiwa dan kebahagiaan, maka percayalah. Dan
apabila kau ingin menjadi anak kebenaran, maka carilah."
Setelah pembahasan di atas, saya
ingin mengutip ucapan Rumi; "Kebenaran adalah selembar cermin di tangan
Tuhan, jatuh dan pecah berkeping-keping. Setiap orang memungut kepingan itu,
memperhatikannya, lalu berpikir telah memiliki kebenaran seutuhnya."
Lalu, apa korelasinya dengan
kehidupan sekarang? Banyak sekali. Bagaimana perpolitikan Indonesia yang saling
menjatuhkan dan merasa paling benar, bagaimana kelompok mayoritas mempersekusi
minoritas, dan masih banyak lagi. Sayangnya saya tidak akan menjelaskan lebih
detail, saya mengajak pembaca untuk memikirkan korelasi nyatanya. Saya hanya
membukakan jalan.
Kesimpulan yang ingin saya
sampaikan di sini adalah; silakan mengimani kebenaran sesuai perspektifmu
sendiri, dan tolong jangan usik kebenaran yang tak kau imani (maaf jadi apatis
begini, hahaha).
Sebuah epilog:
Epistemologi mempelajari tentang
hakikat dari pengetahuan, justifikasi, dan rasionalitas keyakinan. Banyak
perdebatan dalam epistemologi berpusat pada empat bidang: (1) analisis filsafat
terkait hakikat dari pengetahuan dan bagaimana hal ini berkaitan dengan
konsep-konsep seperti kebenaran, keyakinan, dan justifikasi, (2) berbagai
masalah skeptisisme, (3) sumber-sumber dan ruang lingkup pengetahuan dan
justifikasi atas keyakinan, dan (4) kriteria bagi pengetahuan dan justifikasi.
Epistemologi membahas pertanyaan-pertanyaan seperti; "Apa yang membuat
kebenaran yang terjustifikasi dapat dijustifikasi?", atau "Apa
artinya apabila mengatakan bahwa seseorang mengetahui sesuatu?" Dan
pertanyaan yang mendasar, "Bagaimana kita tahu bahwa kita tahu?"
(dikutip dari Wikipedia)
tulisan yang menarik, numpang baca yang lainnya. kalo ada waktu silahkan mampir ke blog saya, natachaniago.wordpress.com
ReplyDelete