Hay Diana!
Suasana malam ini begitu dingin
sehingga memaksaku untuk mengenakan setelan pakaian panjang. Saat aku mengecek
telepon genggamku, ada satu pesan yang dikirim oleh temanku, Alena.
"Dennis, besok kamu bisa nggak
ngisi acara di kampusku? Kita lagi gitaris nih," pesan dari Alena.
Dengan sedikit pertimbangan, aku terima
permintaan Alena. Lagian aku besok tidak ada acara, daripada hanya di rumah
saja.
Setelah aku balas pesan Alena, aku
mengulik gitar Ibanez kesayanganku untuk beberapa saat. Jilatan jariku pada
senar gitar, mengalunkan melodi lagu My Favorite Things karya Dave Brubeck.
Lagu jazz selalu menjadi senjataku untuk menunjukan jati diriku. Dengan
lantunan lagu jazz pula, aku mampu membuat perempuan-perempuanku terbuai akan
melodi keindahan.
"Den, besok aku tampil nih.
Temenin yah. Aku gugup, baru kali ini diundang buat tampil di acara sebesar
gini. Kamu bisa nggak?"
"Duh gimana ya Div, besok aku
juga ada show, di acara temenku. Kamu coba ajak Roy deh. Kayaknya
dia besok free."
"Yah, beneran nggak bisa nih?
Yaudah deh, aku coba contact si Roy dulu."
"Iya, coba contact dia
dulu aja. Sorry banget nih Div."
"Iya nggak apa-apa. Semoga
kamu besok sukses ya shownya."
"Sip, moga kamu juga sukses.
Yaudah ya Div, bye."
"Bye, Dennis."
Sahabatku yang satu ini adalah
seorang penyanyi yang berbakat. Dia sering sekali menjadi wedding singer, atau
hanya menyanyi di kafe. Sebenarnya, menyanyi bukan dia jadikan sebagai mata
pencaharian. Dia menyanyi hanya untuk kesenangannya sendiri. Bukan juga untuk
ketenaran. Prinsip yang membuat aku sangat mengidolakan dia. Tetapi, entah
mengapa, dia selalu malu-malu ketika aku ajak duet hanya berdua saja. Dia
menganggap kemampuanku diatas dia. Padahal aku menganggap kemampuan diriku
biasa saja. Hanya pengetahuan tentang musikku yang sangat luas, tidak ada yang
lain yang menonjol dari diriku, anggapanku. Memang, aku mendengarkan segala
jenis musik dari semua era.
Esoknya, ketika bangun tidur, aku
habiskan pagiku hanya dengan bermalas-malasan menonton tv saja. Satu hal yang
mengubah pagiku saat itu adalah, ketika aku temukan sebuah channel yang
menayangkan club basket favoritku, Los Angeles Lakers, bertanding untuk liga
NBA. Setelah pertandingan usai dengan kemenangan telak untuk kubu LA Lakers,
aku lanjutkan pagiku dengan membaca majalah mingguan yang memang terbit setiap
hari minggu. Lalu kutemukan kabar tentang salah satu musisi Indonesia idolaku,
Barry Likumahuwa akan tampil di sebuah acara konser jazz yang ada di kotaku.
Sungguh pagi yang begitu indah.
Jam menunjukkan pukul satu siang.
Aku harus segera mempersiapkan diri dan segala peralatan yang aku butuhkan
selama tampil. Satu jam setelahnya, aku sudah sampai di tempat yang aku
janjikan dengan Alena. Disana, Alena memperkenalkan aku dengan temannya, Diana.
Ternyata Diana adalah penyanyi yang akan aku iringi saat penampilan nanti.
Setengah jam berlalu namun gladi resik belum dimulai. Aku habiskan setengah
jamku hanya untuk berbincang-bincang dengan penyanyiku ini. Aku hanya ingin
mengenalnya lebih dalam. Aku suka sikapnya yang begitu santai, tetapi tetap
dengan pembawaan yang anggun. Aku suka cara dia ketika mengajakku berkomunikasi.
Gladi resik akhirnya dimulai.
Setelah aku dibuat terpesona dengan pribadinya, lagi-lagi aku dibuat terpesona
dengan suaranya. Lantunan lagu jawa yang dia nyanyikan begitu indah. Dia dengan
sukses membuatku tersenyum-senyum selama gladi resik. Setelah gladi resik
sebanyak empat kali, kita sudahi gladi itu untuk selanjutnya bisa mempersiapkan
diri untuk tampil.
Saat tampil aku hanya merasa
santai. Seperti tidak ada beban saja. Tidak seperti saat aku tampil
sebelum-sebelumnya. Aku tidak tau mengapa bisa se-enjoy ini. Rangkaian
penampilan kami berlangsung dengan lancar. Hanya terdapat beberapa kesalahan
kecil saja selama kami tampil.
Setelah keluar dari lokasi acara,
aku merasa sangat lega, melihat antusias dari peserta acara tersebut. Lalu,
kami semua menghabiskan malam dengan bernyanyi-nyanyi bersama. Dia tiba-tiba
request lagu milik Jikustik yang berjudul Puisi, lagu favoritnya. Memang malam
ini hujan turun, tapi aku merasa suasana di ruang ini begitu hangat. Berkumpul
bersama teman-teman yang baru saja kukenal.
Waktu berjalan begitu cepat. Malam
telah larut. Teman-teman baruku ingin pulang saat itu juga. Aku hanya menurut
saja. Aku antarkan Diana sampai ke rumahnya. Selama perjalanan pulang, aku
mengajaknya berbincang topik remeh saja. Aku coba mengenal dia lewat cara
berbicara dan pembawaannya, bukan dari apa yang kita bicarakan, karena yang
kita bicarakan benar-benar tidak berbobot.
Setelah aku antarkan dia sampai
rumahnya, aku pulang ke rumahku. Dan saat sampai rumah, ada sesuatu yang
membahagiakan yang menyambutku.
Comments
Post a Comment