Satriya Bayu Takut Kehabisan Waktu

Waktu terbang sangat cepat dan tahu-tahu kita sudah harus mengucapkan selamat tinggal. Kita kehabisan waktu.

Aku bangun tidur pukul enam pagi dan ada kuliah jam sembilan. 30 menit untuk perjalanan ke kampus, 10 menit untuk mandi, dan 5 menit untuk sarapan. Seharusnya aku memiliki waktu senggang sekitar 2 jam 15 menit, tetapi setelah kusadari, hanya tiga hal itu yang kulakukan sebelum sampai di kampus. Aku seharusnya bisa melakukan hal lain yang lebih bermanfaat untuk menghabiskan waktuku. Aku menyia-nyiakan banyak waktu.

Sekarang aku telah mencapai semester 7. Aku tidak membayangkan bahwa waktu terbang begitu cepat. Mulanya aku sering meremehkan sedikit waktu yang kumiliki. Aku meremehkan detik, menit, dan jam yang tersedia. Sekarang aku tersadar bahwa waktu adalah hal paling bernilai di dunia ini.

Jangka kuliahku sudah tidak lama lagi. Jangka kebersamaan dengan teman-teman dan sahabat juga. Walaupun pernah ada suatu hal yang memisahkan hubungan persahabatan kami, sebenarnya kasih kami masih tertaut tanpa orang-orang sadari. Sekarang aku hanya ingin menikmati waktu yang tersisa. Teman-temanku nantinya akan punya kehidupan baru, aku akan punya pekerjaan baru. Aku akan mewujudkan mimpi-mimpiku, seperti pergi ke Paris, memiliki rumah di Bali, dan lain-lain. Sekarang aku ingin menggunakan waktuku untuk mengembangkan diriku. Aku ingin mengusahakan diriku sebaik mungkin--walaupun kini aku sudah menjadi orang baik dengan hati yang baik (in my very humble opinion).


Aku tidak ingin menyia-menyiakan lebih banyak waktu. Aku takut kehabisan waktu, maka; demi waktu yang tersisa, aku akan mengumpulkan kebahagiaan untuk dijadikan kompilasi rindu. Dan demi waktu yang tersisa, aku ingin berkumpul bersama orang-orang tercinta yang memberi arti bagi setiap menit di hidupku, selama waktu belum melambat.

*****

28 September kemarin aku berulang tahun yang ke-22. Aku mendapat banyak ucapan dan doa dari teman-teman. Dari sekian banyak ucapan, ada satu ucapan yang hampir membuatku meneteskan air mata, dari kakakku. Dia berharap aku tidak pernah tumbuh. Dia juga bilang kalau dia masih ingat masa kecil kami. Dan sekarang adik laki-lakinya menjadi pria dewasa. Hanya dengan kalimat seperti itu dia berhasil mengajakku terbang ke belakang, mengingat masa-masa yang telah lama lalu--walaupun terasanya masih seperti baru. Aku masih merasa seperti anak laki-laki itu.

Seperti seorang kakak yang masih ingin bermain bersama adiknya, pun seperti orang tua yang keberatan anaknya tumbuh dewasa, yang nantinya harus berpisah dengan mereka karena punya kehidupan sendiri. Waktu mengubah seseorang.

Epilog:
Kelak ketika dunia sudah semakin maju, akan diciptakan sebuah alat bernama mesin waktu. Nanti aku akan membeli mesin itu. Aku akan mengunjungi masa 22-ku dan bercanda dengan kalian seperti sedia kala. Aku juga akan mengunjungi masa kecilku ketika aku masih sering bergulat dengan kakakku. Aku akan mengunjungi orang-orang yang telah tiada di zaman mesin waktu, sekedar mengucap maaf karena kebodohan-kebodohan di masa lalu. Mengucap maaf pada mereka yang masih menerimaku (walau kadang terganggu oleh kelakuanku, haha). Dan pada pencari bakat yang telah menaruh ekspektasi besar padaku. Oh iya, kepada yang sering kusia-siakan; maafkan aku, waktu.

Comments

Popular Posts