Pengalaman ke Puncak Pertama (part 1)

Ide tulisan ini udah muncul sejak lama banget, tepatnya pada 23 Agustus 2020, sehari sebelum aku naik gunung untuk pertama kalinya. Tujuannya adalah ingin membagikan pengalaman naik gunung buat orang yang pemula banget kaya aku. Tapi karena sibuk mikirin hal-hal lain jadinya ketunda mulu deh.


Okay, sebelum muncak yang akhirnya kesampaian itu, keinginan buat muncak sebenarnya udah muncul sejak lama banget, terlebih banyak teman yang juga suka muncak. Beberapa teman yang pernah upload foto saat muncak selalu aku komentar, "besok lagi kalau mau muncak aku ikut dong," dan respon mereka juga iya-iya. Waktu berlalu sampai Agustus 2020 saat teman kontrakanku—Om Duta dan Mas Ghany merencanakan untuk muncak ke Gunung Ungaran. Mengetahui hal itu aku langsung bilang kalau aku mau ikut, dan mereka untungnya tidak keberatan, hahaha. Persiapan-persiapan dilakukan, aku pulang ke rumah untuk mengambil tas carrier dan membawa baju secukupnya. Outfit pun aku memakai seadanya, ripped jeans, kaos oblong, dan sepatu lari, maklum yaaa masih pemula, tidak tahu outfit yang cocok seperti apa, hahaha.


Pagi hari 24 Agustus 2020 jam 04.00, kami semua bangun tidur dan melakukan checking akhir. Akhirnya jam 05.00 kami sudah siap dan berangkat menaiki 2 motor ke Medini. Btw, Medini adalah area paling bawah sebelum muncak ke Gunung Ungaran melalui jalur Promasan. Sebelum sampai Medini motor yang kami tumpangi tidak kuat untuk jalan melewati jalur yang ekstrem. Sebenarnya bisa saja motornya kuat, tapi kami saja yang tidak tega, habisnya jalan yang kami lewati sangat berbatu (literally batu, bukan kerikil) dan saat itu licin karena terkena embun pagi, jadi demi keselamatan kami juga motornya kami tuntun. Fast forward akhirnya kami sampai ke Medini dan menitipkan motor di rumah warga yang sering menjadi tempat penitipan.


Perjalanan muncak dimulai. Perjalanan dari Medini ke Promasan cenderung santai, medan yang dilalui belum terlalu curam (walaupun ada beberapa spot yang curam) dan juga banyak pemandangan indah yang bisa dinikmati mata, yang tentunya tidak pernah disaksikan selama di Semarang, hahaha. Hamparan kebun teh, bukit-bukit, air terjun, sungai, dan bebatuan menghiasi perjalanan. Setelah berhenti sejenak untuk istirahat, kami sampai juga di Promasan jam 9 pagi. Akhirnyaaa, sarapan, yeay!


Di Promasan kami makan di rumah warga yang sering dihampiri para pendaki, dan rumah tersebut juga sering menjadi tempat menginap, kami pun menitipkan barang-barang kami di rumah tersebut sebelum berangkat mendaki. Dua tas carrier kami titipkan dan hanya membawa satu tas ransel berisi peralatan yang dibutuhkan saat mendaki; meliputi air mineral, roti, kotak P3K, senter, dan peralatan lainnya. Sekitar jam 10 pagi kami berangkat.


Bertolak dari Promasan medan yang dilalui masih terbilang landai. Hamparan kebun teh masih terlihat sejenak, sebelum semuanya digantikan oleh hutan belantara. Di dalam hutan kami berjalan santai di bawah rimbunnya pepohonan. Kami memutuskan untuk beristirahat beberapa kali selama perjalanan. Sampai di pos satu kami sempat salah jalan, jalan setapak yang hendak ke puncak tidak terlihat jelas saat itu, tertutup ranting-ranting, kami malah melewati jalan yang menuju ke area Mawar (basecamp lain para pendaki Gunung Ungaran selain Promasan). Aku yang saat itu menyadari penunjuk jalan yang mengarahkan ke puncak menunjukkan arah sebaliknya langsung memberi tahu teman-teman, kami putar balik, untung belum terlalu jauh. Pos satu kami lewati (lagi), jalan semakin curam. Jalan setapak dan bebatuan membuat kami harus mengerahkan tenaga ekstra, seperti menaiki tangga tetapi dengan jarak yang lebih jauh tiap anak tangganya. Pepohonan semakin jarang sampai akhirnya kami tidak lagi berada di hutan belantara. Medan yang kami lewati murni bebatuan semua. Untuk berjalan mendaki kami harus memakai dua kaki dan dua tangan. Harus sangat berhati-hati dalam memilih pijakan, salah menginjak batu bisa membuat kami terjerembap ke dalam jurang. Medan bebatuan yang kami lewati cukup panjang, entah memang panjang atau perasaan kami yang saat itu mulai lelah. Setelah medan yang dipenuhi bebatuan, kami semakin dekat dengan puncak. Medan berubah menjadi bebatuan dan rumput tinggi. Di tempat kami saat ini sudah tidak ada pepohonan yang melindungi kami dari sinar matahari, sekaligus dari terpaan angin yang semakin kencang terasa, untuk berbicara satu sama lain pun kami harus teriak. Kami beristirahat sejenak di area bebatuan sambil menikmati pemandangan di bawah yang sangat indah. Kota terlihat sangat kecil, gedung-gedung seperti titik sinar di kejauhan, tidak lupa kami juga berfoto-foto mengabadikan momen. Perjalanan berlanjut dengan jalan setapak lumayan landai yang dikelilingi rumput tinggi. Puncak sudah sangat dekat, kami sudah cukup lelah. Beberapa menit berjalan sudah membawa kami sampai ke puncak. Akhirnya.


Kami beristirahat di puncak, berbincang-bincang, dan tidak lupa mengabadikan momen. Tripod yang dibawa Om Duta sangat membantu kami agar bisa foto bareng. Kami berada di puncak tidak lama, mungkin hanya kurang dari 30 menit. Selanjutnya kami turun, dan untuk cerita saat perjalanan turun akan aku ceritakan di blog selanjutnya, karena masih banyak cerita saat kami turun, terlebih saat kami menginap di Promasan. So, tunggu cerita selanjutnya yaa. See yaa.











Comments

Popular Posts