Dav & Varva #3
“Kalian jangan salah paham dulu,”
ucap Varva sambil memandang teman-teman yang sedang duduk melingkar.
“Aelah, kalian berdua gausah
kebanyakan ngeles deh, hahaha,” salah satu teman mengolok yang lalu diiringi
tawa riuh.
“Hey-hey, udah dong,” kataku—Varva
makin tersipu malu.
“Okey-okey, kita lanjut bahasnya
nih,” salah satu teman menengahi. Diskusi dilanjutkan.
Aku dan Varva lebih banyak diam
saat mengikuti diskusi tersebut. Sesekali aku melirik Varva, dan beberapa kali
aku memergoki Varva juga melirikku, kami saling menatap, lalu kita berdua
tersenyum tanpa alasan. Lirikan mata Varva memberi sensasi getaran aneh pada
diriku. Saking anehnya, aku tertarik untuk terus-terusan melihat mata itu,
hanya sekedar untuk memuaskan rasa penasaranku terhadap perasaanku sendiri.
Aku terpesona pada setiap gerakan
Varva. Mulai dari cara dia membenarkan jilbabnya, ketika dia menopang dagunya,
gerakan bibirnya, kelopak matanya saat mengedip, ketika dia mengecek jam
tangannya, tangannya yang melipat di depan dadanya, tatapannya yang
meneduhkan, raut wajahnya yang menampakkan kegelisahan, dan
gerakan-gerakan kecil lainnya.
“Oke temen-temen, rapat hari ini cukup sekian dulu ya. Jangan lupa, hari Rabu
kita ada rapat lagi,” ucap salah satu teman—setelah itu peserta rapat pulang ke
rumah masing-masing.
“Aku anter pulang yuk,” aku menyusul Varva yang sudah berjalan di depan.
“Ayuk…” Varva tersenyum manis sekali.
Selama perjalanan kami mengobrol tentang banyak hal. Seputar musik, kegiatan
sehari-hari, tugas kuliah yang sangat melelahkan, dan lain-lain. Seperti tidak
ada yang salah antara kita berdua, semuanya terasa benar dan nyata; canda,
tawa, rasa, dan kehangatan yang tercipta. Hanya satu hal yang salah dan selalu
kita langgar—status. (fb)
Tamat
Satriyaaa !
ReplyDeleteHalo! What's up there?
Delete